Sejarah desa Cepokokuning, kecamatan Batang, kabupaten Batang

Secara historis pemerintah desa Cepokokuning berdiri sebelum zaman Penjajahan Kolonial Belanda. Asal mula sebelum berdirinya desa Cepokokuning, warga desa Cepokokuning masih berbentuk “Kelompok Masyarakat”. Pada waktu itu kepala kelompoknya disebut “Panepuluh” yang artinya sekelompok masyarakat yag berjumlah sepuluh orang kemudian mengangkat salah seorang yang mempunyai kemampuan lebih untuk menjadi kepala kelompok tersebut yang mendapat gelar “Panepuluh”. Disaat itu ada tiga orang Panepuluh yang berada ditiga tempat yang berbeda, yaitu:

1. Cepoko yang asal mulanya adalah belantara yang ada pohon Cepoko yang besar  kemudian dibuka oleh seorang wali yang masyarakat menyebutnya “Mbah Ranggong Brojo Geni” yang kemudian disebutlah dukuh Cepoko. Sampai sekarang situs makamnya masih terawat di dukuh Cepoko tepatnya di RT 06 RW 02.

2. Kedungkuning asal mula pedukuhan ini adalah juga belantara, kemudian dibuka oleh seorang wali yang disebut dengan nama “Mbah Wujud” Kata Kedungkuning berasal dari dua suku  kata yaitu “kedung” yang artinya genangan air yang membentuk seperti danau dan “kuning” yang merupakan warna dari air tersebut apabila tampak dari kejauhan. Letak Kedungkuning tersebut berada di sebelah padepokan “Mbah Wujud” yang sampai sekarang yang tinggal hanya makam “Mbah Wujud” di RT 02 RW 01 saja dan kemudian menjadi nama Kedungkuning/ Dungkuning.

3. Kedungringin asal mula berdirinya pedukuhan Kedungringin bermula sejak saat dibukanya belantara oleh seorang wali yang disebut dengan nama “Mbah Gerot” yang dahulu kala tinggal di tepian sungai Lojahan yang sangat rindang karena ada sebuah pohon Beringin/ringin yang sangat besar. Sehingga setelah wafatnya Mbah Gerot pedukuhan itu dinamakan dengan dukuh Dungringin. Sedangkan makam “Mbah Gerot” sampai sekarang tetap terjaga dan di ziarahi setiap malam jum’at kliwon oleh warga sekitar, tepatnya berada di RT 07 RW 03.

           Seiring dengan jumlahnya penduduk yang semakin berkembang sehingga satu kelompoknya menjadi berjumlah seratus orang, maka tiap-tiap kelompok tersebut bermusyawarah untuk mengangkat salah seorang yang mampu untuk melindungi, mengayomi dan memimpin sekelompok yang terdiri dari seratus orang tersebut kemudian mendapat gelar “Panetus”/ ”Penatus” yang tetap terbagi atas tiga pedukuhan tersebut. Untuk pedukuhan Cepoko tetap dipimpin oleh “Mbah Ranggong”, pedukuhan Dungkuning oleh “Mbah Wujud” sedangkan pedukuhan Dungringin oleh “Mbah Karto” keturunan dari kerajaan “Mataram” yang merupakan anak murid dari Mbah Gerot. Sedangkan makam Mbah Karto berada di RT 08 RW 03.

           Dengan berkembangnya jumlah penduduk yang sangat pesat dan jumlah wilayah yang luas, maka dari tiga pedukuhan itu dijadikan satu atas musyawarah daripada para penatus tersebut. Sedangkan yang menjadi pemimpin adalah Mbah Karto yang bertempat tinggal di RT 07 dengan nama “Cepokokuning”. Nama Cepokokuning diambil dari penggabungan nama-nama tiga pedukuhan yaitu dukuh Cepoko, dukuh Kedungkuning, dan dukuh Kedungringin.